Corona merupakan golongan virus yang menginfeksi saluran pernapasan. Ada tiga gejala awal ketika virus corona sudah menginfeksi tubuh. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ciri awalnya demam, batuk, dan sesak napas atau sulit bernapas. Gejala bisa timbul setelah 2-14 hari terpapar oleh virus.
Gejala yang paling awal didapatkan mulai dari demam lebih dari 37,5°C, batuk kering, sakit tenggorokan, kelemahan. Dan untuk kasus berat bisa menyebabkan gangguan pernapasan berat yang berisiko kematian. Seperti pneumonia, dan kondisi ini mirip dengan kasus infeksi virus Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang pernah pandemi di banyak negara di dunia beberapa waktu lalu.
Walaupun didapatkan kasus berat yang dikenal dengan gejala sindrom distres pernapasan yang terutama dialami oleh mereka dengan kondisi medis tambahan. Ataupun ada penyakit penyerta, juga pada orang lanjut usia, seperti orang dengan kondisi imun yang lemah, HIV, atau pasien dengan hipertensi dan diabetes.
Cara Penularan
Penularan COVID-19 dapat melalui berbagai cara, seperti tidak sengaja menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk penderita COVID-19. Memegang mata, mulut, atau hidung saat di luar rumah tanpa mencuci tangan terlebih dulu yang mungkin telah menyentuh benda yang terkena cipratan air liur penderita COVID-19. Hingga kontak jarak dekat dengan penderita, misalnya bersentuhan atau berjabat tangan.
Demam, batuk, sesak napas adalah beberapa tanda utama yang disebabkan oleh infeksi virus corona. Namun laporan terbaru dari Cina mengatakan, beberapa pasien yang terinfeksi virus tersebut juga bisa mengalami gejala-gejala saraf (neurologis).
Baca juga : Lordosis
Studi baru dipublikasikan di jurnal medis JAMA Neurology (2020), pasien juga akan mengalami gangguan atau kehilangan indera perasa dan penciuman. Yang menjadi lebih jelas virus corona secara signifikan dapat menimbulkan masalah neurologis pada orang-orang tertentu.
Gejala Neurologis Virus Corona
Gejala terseringnya adalah sakit kepala dan nyeri pada saraf. Studi tersebut mengobservasi 214 pasien yang hasil tes COVID-19 positif. Menunjukkan pasien yang terinfeksi ini mengalami gejala neurologis sebagai efek tambahan dan juga gejala di saluran pernapasan secara independen.
Dalam kelompok studi tersebut, sekitar 36% mengalami gejala neurologis. Gejala ringan ada gangguan pada indera perasa dan penghidu.
Sedangkan sakit kepala dialami oleh 13% pasien, 17% merasakan pusing, dan peradangan pada otot serta nyeri saraf dialami sekitar 19% pasien.
Secara umum, bila infeksi ini memburuk, maka komplikasi neurologis juga akan semakin sering dan berat (kejang, dan stroke).
Kadangkala gejala-gejala ini timbul berbarengan dengan gejala saluran napas, seperti batuk atau demam. Tetapi di lain hal, ada juga yang merasakan gejala neurologis saja tanpa adanya gejala gangguan saluran pernapasan.
Beberapa pakar medis mengatakan virus corona ini akan berinteraksi dengan sistem saraf. Lihat saja SARS, MERS, yang juga mengenai sistem saraf tepi/perifer (mengenai saraf dan otot) selain itu juga ke sistem saraf pusat atau (otak). Sehingga dapat berisiko kemungkinan terjadi komplikasi neurologis yang mengancam jiwa, misalnya stroke, kejang, ensefalitis dan meningitis.
Komplikasi, misalnya sakit kepala, sulit berkonsentrasi hingga stroke dan kejang, dialami oleh pasien dengan penyakit saluran pernapasan lainnya misalnya flu atau pneumonia. Hal ini bisa juga terjadi pada penyakit COVID-19.
Beberapa Teori Alasannya
Pakar Igor Koralnik (Kepala Bagian Infeksi Saraf dan Neurologi Global di Universitas Feinberg Northwestern, Amerika Serikat), saat seseorang mengalami infeksi primer, virus corona ini menginfeksi bagian belakang hidung (nasofaring) dan mengarah ke atas atau otak. Dua bagian tersebut sangat berdekatan.
Menurut Rohan Arora (Direktur Program Stroke di salah satu rumah sakit di Queens, New York) menjelaskan, virus corona ini dapat menyebar ke dalam tubuh baik melalui darah atau jalur lain yang membuat sel-sel otak dapat berkomunikasi satu dengan lainnya.
Mekanisme lainnya yang berpotensi menimbulkan gejala neurologis ini adalah infeksi sekunder, saat seseorang saluran napasnya terinfeksi maka kemungkinan dapat memicu masalah neurologis. “Jika seseorang mengalami sesak napas dan tidak mendapatkan oksigen yang cukup baik di tubuh dan otaknya, maka fungsi mental juga akan terkena dampaknya.”
Pneumonia dan sindrom distres respiratorik akut (acute respiratory distress syndrome/ARDS) merupakan komplikasi infeksi virus corona terberat yang tampak pada pasien COVID-19 mengakibatkan kegagalan fungsi organ secara multipel, yang berisiko merusak otak. Otak inilah yang akan menderita bila terjadi kekurangan oksigen.
Gejala-gejala neurologis lebih mungkin terjadi pada orang yang memiliki masalah kesehatan kronik lainnya atau memiliki faktor risiko seperti tekanan darah tinggi atau penyakit jantung.
COVID-19 ini juga dapat memperburuk kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya sehingga dapat memicu gangguan kesadaran, kejang atau bahkan stroke.
Berkaitan dengan Bekuan Darah
Data sebelumnya dari Cina dan Singapura, bekuan darah merupakan salah satu kondisi komplikasi infeksi corona yang mengancam jiwa, termasuk stroke. Penderitanya bertambah di beberapa rumah sakit di Amerika Serikat dengan fenomena ini.
Karena ini adalah masalah neurologis, beberapa pakar medis belum mengetahui dengan pasti penyebab utama terjadinya stroke pada pasien COVID-19. Salah satunya kemungkinan dipicu oleh dampak infeksi virus corona ini terhadap sistem pembekuan darah tubuh.
Sementara yang lain mungkin disebabkan oleh keparahan penyakit, karena penyakit kritis dan infeksi parah memang berperan pada seseorang untuk berisiko terkena stroke. Usia dan penyakit penyerta sebelumnya juga berperan penting dalam hal ini yang kemungkinan meningkatkan risiko stroke.
Virus Corona Bisa Menginfeksi Mata
Mata menjadi salah satu sumber penularan COVID-19. Sebuah studi yang dilakukan oleh ilmuwan di Cina, walau angka kejadian penularan (transmisi) sangat rendah, virus corona dapat menembus permukaan mata, karena virus ini mampu menembus lapisan membran mukosa, seperti pada hidung dan mulut.
Jika Anda sakit, Anda bisa menularkan infeksi ini ke mata melalui kontak fisik, misalnya saat menutup mulut saat bersin dengan tangan kemudian tangan mengusap mata. Itu sebabnya sangat dianjurkan untuk mencuci tangan sesering mungkin dan tidak menyentuh wajah.
Agar Tak Tertular
Virus corona terbungkus oleh lapisan lemak, nah sabun dapat melarutkan virus ini seperti saat mencuci piring dengan sabun agar lapisan minyaknya hilang.
Ketika mencuci tangan dengan sabun dan air hangat (jika memungkinkan), anda tidak hanya menurunkan peluang penularan, tetapi juga bisa membunuh virus.
Lakukan ini saat menggunakan masker:
- Jangan menyentuh masker saat menggunakannya. Jika tak sengaja menyentuhnya, cuci tangan dan ganti masker karena mungkin bagian luar sudah terkontaminasi.
- Jika ingin mengubah posisi masker, cuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh masker kain.
- Gunakan masker untuk sekali pakai, saat melepas masker jangan pernah menyentuh bagian depan, dan sentuhlah bagian belakang atau dalam masker.
- Setelah selesai digunakan, lepaskan masker dan cuci masker kain dengan air panas dan sabun.