Terapi Saraf Terjepit PELD Lebih Unggul
Herniated nucleus pulposus (HNP) atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama saraf terjepit merupakan gangguan saraf di tulang belakang yang menimbulkan gejala mengganggu, seperti nyeri pinggang hingga baal atau kelemahan pada bagian lengan atau tungkai.
Pada tahap lanjut, saraf terjepit itu harus ditangani dengan operasi. Namun, di Indonesia, 9 dari 10 penderita saraf terjepit menolak untuk dilakukan tindakan operasi. Penolakan umumnya terjadi karena khawatir akan risiko yang terjadi, seperti infeksi, kembalinya nyeri punggung, hingga kerusakan saraf tulang belakang.
Namun, sekarang ada pilihan prosedur bedah sayatan kecil, yakni Percutaneous endoscopic lumbar discectomy (PELD) yang lebih minim risiko. Terapi Saraf Terjepit PELD Lebih Unggul. Hal itu diungkapkan dokter spesialis bedah saraf Mahdian Nur Nasution pada diskusi kesehatan di Jakarta, kemarin.
Pakar penanganan nyeri dari Klinik Nyeri dan Tulang Belakang Onta Merah Jakarta itu menjelaskan, PELD dilakukan melalui prosedur endoskopi. Dokter akan membuat sayatan kecil di kulit sebesar 7 milimeter sebagai akses masuknya peralatan operasi langsung menuju foramen.
“Foramen merupakan area yang kaya akan persarafan. Di lokasi ini juga tempat yang kemungkinan banyak terjadi jepitan saraf yang menimbulkan rasa nyeri pada pasien,” jelas Mahdian.
Dahulu, kata Mahdian, pada teknik operasi konvensional, untuk dapat mencapai daerah saraf yang terjepit, seorang dokter harus melakukan banyak sayatan. Mulai sayatan di kulit, sayatan di otot, pemotongan tulang lamina, menyisihkan saraf-saraf, dan terakhir mengoreksi saraf yang menjepit.
Tahapan yang harus dilakukan
“Tahapan yang harus dilakukan tadi tentunya akan mengakibatkan trauma jaringan. Dengan teknik endoskopi, hal itu tidak dilakukan lagi.”
Teknik operasi konvensional, lanjut Mahdian, juga mengakibatkan perdarahan yang lebih banyak, risiko infeksi pun lebih besar. Selain itu, pemotongan tulang lamina pada teknik konvensional dapat mengakibatkan masalah instabilitas tulang hingga kekuatan tulang yang menurun di kemudian hari.
“Pada teknik PELD, risiko kambuh kembali lebih kecil karena tidak mengganggu stabilitas tulang belakang,” kata Mahdian.
Menurut dia, belum lama ini sebuah penelitian dilakukan untuk melihat efikasi PELD pada 100 pasien saraf terjepit berusia 15–84 tahun. Hasilnya, 97 pasien mengalami perbaikan cukup signifikan berdasarkan derajat nyerinya, dihitung berdasarkan skala 0 (tanpa nyeri) hingga 10 (paling nyeri). Dari yang tadinya berskala 8,2 turun menjadi 1,8 setelah tindakan PELD. Lama perawatan rata-rata selama 1,6 hari.
“Tindakan PELD dilakukan dalam waktu sekitar 45 menit. Setelah tindakan PELD, pasien juga dapat beraktivitas seperti sediakala,” imbuh Mahdian.