JAKARTA — Dari seluruh bagian tubuh manusia, diskus intervertebralis atau bantalan sendi bisa dibilang sebagai bagian yang cukup unik dan spesial. Karena jika rusak tak bisa diperbaiki sendiri oleh tubuh. Sementara fungsinya sebagai penahan kejutan saat manusia bergerak sangatlah penting.
Diskus intervertebralis terdiri dari bagian yang keras, cincin yang elastis serupa karet dari kolagen yang pusatnya berbentuk seperti jeli. Diskus ini di setiap sendi manusia akan jadi tumpuan yang membal untuk tulang dan sendi. Diskus ini juga bisa bergerak melintir, sifatnya elastis. Namun seiring proses penuaan diskus bisa aus dan rapuh.
Karena desain alami tersebut, diskus sering tak bertahan lama. Diskus intervertebralis atau tulang belakang manusia bisa aus dan mengakibatkan nyeri luar biasa. Nyeri punggung bawah menjadi penyebab disabilitas di dunia paling tinggi di dunia tahun 2017, menurut Institute for Health Metrics and Evaluation di the University of Washington. Dalam kasus yang berat, pasien harus menjalani pengangkatan diskus intervertebralis, namun ini membuat mereka kehilangan kelenturan dan sering tak puas dengan hasil penanganannya. Satu dari tiga pasien kembali untuk pembedahan ulang.
“Ini merupakan keajaiban teknik dalam tubuh,” kata Robert L. Mauck ahli biomedikal engineer di University of Pennsylvania. Mauck dan koleganya sedang dalam upaya untuk membuat diskus intervertebralis sintetik di laboratorium untuk menggantikan diskus yang rusak di tulang belakang. Sejauh ini mereka telah mencobakannya pada kambing dan tikus.
Pengembangan Diskus Intervertebralis Sintetik
Pada tahun 2018, tim peneliti di universitas tersebut mempublikasikan penelitian yang menurut mereka merupakan harapan untuk mendapatkan solusi yang lebih baik: diskus sintetik yang dikombinasikan dengan materi dari sel hidup.
Sejauh ini, para peneliti berhasil mencangkokkan diskus intervertebralis baru pada tikus dan kambing. Namun hasilnya berfungsi seperti diskus sungguhan, kata ahli bedah ortopedi Penn Medicine, Harvey E. Smith. Smith bertindak sebagai pemimpin klinis penelitian ini.
“Ini adalah struktur yang hidup,” kata Smith.
Kambing yang menerima pencangkokan memperlihatkan gerakan yang cukup banyak dan lentur setelah pencangkokan dilakukan diantara 2 ruas tulang lehernya. Hasilnya membuat para peneliti terkesan, termasuk tim peneliti yang juga melakukan kajian yang sama, Lawrence J. Bonassar, profesor teknik biomedikal Cornell University. “Jelasnya, ada pekerjaan yang harus dilakukan. Tapi hasil sementara sangat memuaskan,” kata Bonassar yang timnya berhasil melakukan pencangkokan dengan materi berbeda pada sejumlah anjing.
Tentang Diskus Intervertebralis Buatan
Perlu lebih dari 12 tahun bagi tim dari Penn untuk mencapai hasil pencangkokan sesuai yang diharapkan pada kambing ini. Penelitian itu juga melibatkan banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu. Penelitian itu juga melibatkan Departemen Urusan Veteran Amerika Serikat, karena selama ini militer paling tinggi jumlah penderita degenerasi diskus dan nyeri punggungnya, kata Mauck.
Pengemudi bis dan truk juga berisiko tinggi mengalami degenerasi diskus, seperti pula para perokok. Asap rokok membahayakan pembuluh darah dan diskus sekaligus sehingga mudah aus. Begitu diskus aus, pecah dan luruh biasanya pengidap akan merasa nyeri yang sangat. Demikian pula jika ada saraf yang terjepit saat diskus mengalami herniasi.
Saraf-saraf terdekat bisa mengalami tekanan ini, menyebutkan nyeri hingga ke kaki yang disebut sciatica. Jika diskus yang bermasalah berada di leher, nyeri yang muncul bisa menjalar hingga ke lengan.
Dalam beberapa kasus diskus pecah dan herniasi, nyeri punggung bisa berlangsung hingga bertahun-tahun. Namun bisa pula hilang dalam hitungan bulan, meski pencitraan dari MRI mungkin sama antara pasien yang masih mengalami nyeri dan tidak. Banyak orang yang berusia lanjut dengan diskus yang mengalami degenerasi tak pernah mengalami nyeri sama sekali. “Saya pernah bertemu dengan pasien berusia 60 tahun yang diskusnya sudah diangkat dan dia tak mengalami nyeri sama sekali,” kata Smith.
Tindakan Fusi
Untuk mereka yang mengalami nyeri terkait dengan kasus diskus, opsi fusi yakni dengan mengangkat diskus yang rusak dan memasukan sepotong tulang untuk mengganjal. Dekompresi saraf terjadi tapi sendi mungkin tak lagi bisa bergerak, jadi mungkin ada stres tambahan di tulang belakang.
Pilihan yang lain adalah mengganti diskus dengan metal atau plastik. Cara ini membuat pasien bisa lebih banyak bergerak, tapi ada risiko bahan tersebut mengalami kerapuhan yang bisa memicu reaksi imun seperti peradangan. Meski penggantian diskus sintetik mirip penggantian materi seperti di tulang pinggul dan lainnya tapi hasilnya tak selalu sama. “Di tulang belakang, partikel materi yang lepas tak punya tempat untuk keluar,” kata Smith.
Karenanya digunakan materi biodegradasi untuk membuat diskus pengganti. Pada kambing yang mendapatkan diskus pengganti itu selama dua bulan kondisinya terus membaik. Gerakannya bisa cukup maksimal, dan diskus berfungsi layaknya diskus alami. Langkah selanjutnya para ahli akan mencoba memasangnya pada tulang punggung bawah kelinci.
Masih bertahun-tahun lagi kala implan itu bisa dipasangkan pada manusia. Pada saat itu para ahli mungkin bisa menemukan masalah tulang belakang ini kenapa bisa memunculkan nyeri pada satu orang tapi tidak pada orang lain. “Nyeri punggung itu seperti influenza,” kata Smith. “Banyak orang yang mengalaminya. Kita tahu bagaimana mengatasinya. Tapi kita tetap ingin mencari akar masalahnya.” (***)